Waktu saya belajar di universitas di Cina, selain dari jurusan bahasa Malaysia yaitu jurusan yang saya terlibat, saya mendapati bahwa ada satu lagi jurusan yang hampir sama dengan jurusan saya, yaitu jurusan Bahasa Indonesia. Jadi, pada saat itu, saya berfikir kalau bisa tahu persamaan dan perbedaan antara kedua bahasa ini, dapatlah kami berkomunikasi dengan banyak orang di kawasan Nusantara! Ini juga adalah alasan/motivasi saya datang ke Madison untuk sambungkan pelajaran.
Jadi tema pengajian saya adalah Perbandingan Bahasa Indonesia dengan Bahasa Malaysia. Pandangan orang Indonesian pada persoalan ini juga adalah salah satu bagian yang penting dalam pengajian saya. Oleh karena itu, saya mewawancarai dua orang Indonesia di Madison yaitu Mbak Sakti, jurusan bahasa Inggris, S1 dan Mbak Amelia, jurusan sejarah, S3. Jangka masa wawancara selama satu jam masing-masing.
Terdapat tiga pertanyaan yang utama.
Yang pertama, saya ingin tahu apakah pada/menurut pandangan mereka, bahasa Indonesia dan bahasa Malaysia adalah bahasa yang sama atau tidak sama. Keduanya berpendapat bahwa bahasa Indonesia dan bahasa Malaysia adalah bahasa yang sama dan juga tidak sama. Berbicara sama, sebab akar kedua bahasa ini adalah bahasa yang sama yaitu bahasa Melayu. Dan keduanya dapat menjelaskan sedikit banyak tentang asal usul Bahasa Melayu. Setahu mereka, Bahasa Melayu termasuk dalam bahasa-bahasa Melayu Polinesia di bawah rumpun bahasa Austronesia. Bahasa Melayu pernah menjadi bahasa perantaraan/pengantar yaitu ”lingua franca” di negara-negara Nusantara suatu masa dahulu. Setalah itu, mereka berbicara bahwa kedua bahasa ini tidak sama juga karena bahasa berkembang, jadi kewujudan dialek di kawasan masing-masing membawa perbedaan kepada bahasa Melayu. Mbak Amelia menambah lagi proses nasionalisasi juga menjadikan kedua bahasa ini berbeda yaitu pemerintah kedua negara ingin membedakan bahasa kebangsaan mereka sebagai salah satu identitas negara. Kemudian, saya juga bertanya kepada mereka perbedaannya dalam aspek yang apa. Keduanya memberi jawaban yang hampir sama yaitu aspek pilihan kata, sebutan, intonasi.
Pertanyaan kedua adalah apabila berkomunikasi dengan orang Malaysia, apa bahasa yang digunakan oleh mereka yaitu terus menggunakan bahasa Indonesia atau bahasa Malaysia. Mbak Sakti berkata bahwa dia akan terus menggunakan bahasa Indonesia. Ini disebabkan dia merasa lebih percaya diri dengan menggunakan bahasa Ibundanya. Sedangkan/sementara itu Mbak Amelia berpendapat bahwa dia akan coba sedaya upayanya menggunakan perkataan bahasa Malaysia untuk mengelakkan kesalahfahaman. Dan dia juga berkata bahwa orang Malaysia yang dia pernah berkomunikasi dengannya juga akan membanyakkan guna bahasa Indonesia. Mbak Amelia panggil proses ini negosiasi antara percakapan/pembicaraan mereka. Apa yang menarik di sini adalah waktu saya tanya apakah mereka pernah ada cerita yang lucu sesaat berkomunikasi dengan kawan Malaysia, keduanya memberi pengalaman yang menarik. Mbak Sakti berkata, suatu hari di Madison, cuaca sangat dingin, waktu dia menunggu bus, Mbak Sakti jumpa seorang kawan Malaysia, kawan Malaysia itu berkata ”lama kereta tak nampak, sejuk sekali! ” Tapi kalimat ini dalam bahasa Indonesia maknanya adalah: ”Haven’t seen the Carriage for a long time, So Cool and Comfortable!” haha. Kalau dalam bahasa Indonesia sepatutnya adalah: lama mobil tak nampak, dingin sekali! Manakala pengalaman Mbak Amelia lagi menarik. Suatu hari ada seorang dosen Malaysia, laki-laki, datang ke Madison. Dia jumpa dosen-dosen dari Indonesia. Dosen Indonesia di Madison semuanya adalah perempuan. Dosen Malaysia itu merasa dosen Indonesia ini sangat ramah-tamah. Jadi dia berkata ”dosen Indonesia sangat Mesra dan saya Seronok lah.” Wah! Dalam bahasa Indonesia, kata mesra berarti meresap yang hanya digunakan untuk menunjuk hubungan batin dan kata seronok juga menunjukkan perasaan cinta-asmara. Jadi semua dosen Indonesia ingat ada konotasi dari dosen Malaysia itu. Haha.
Walaupun begitu, waktu saya tanya apakah mereka akan belajar perbedaan antara Bahasa Indonesia dan Bahasa Malaysia supaya dapat berkomunikasi dengan orang Malaysia lebih efektif dan lancar, mereka keduanya menjawab bahwa tidak akan belajar perbedaan khasnya. Hal ini karena mereka merasa tidak ada masalah yang besar dalam berkomunikasi dengan orang Malaysia. Mereka dapat belajar perbedaan kedua bahasa ini melalui pengalaman harian.
没有评论:
发表评论